BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dewasa
ini sering kita jumpai kesenjangan antara perilaku masyarakat dengan lingkungan
maupun lainnya. Baik dari usia dini (kanak-kanak), remaja, dewasa, dan tua
sekalipun. Kebanyakan orang lebih dominan melakukan suatu perbuatan tanpa pikir
panjang, tanpa memikirkan efek dan juga dampaknya dikemudian hari. Sering kita
dengar mereka lebih memutuskan ego dalam mengambil suatu tindakan, sehingga
menghasilkan suatu tindakan yang cenderung mengarah ke arah negatif. Namun tak jarang
juga masih ada orang yang mampu meredam egonya dalam menguasai diri karena
setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda.
Pada
abad ke-19 diwarnai oleh perkembangan berbagai terapi psikologis. Sebagai
contoh, di Amerika Serikat muncul gerakan yang sangat populer dan tersebar luas
yang disebut “Mind Cure” yang berkembang dari tahun 1830 hingga 1900. “Mind
Cure” merupakan usaha untuk mengoreksi “pikiran-pikiran yang salah” yang
membuat seseorang menjadi cemas, depresif dan tidak bahagia (Caplan, 1998).
Gerakan “Mind Cure” merupakan cikal bakal dari munculnya terapi kognitif modern
dalam hal psikologi.[1]
Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis akan mengupas mengenai teori-teori
kepribadian (Psychoanalytic), dalam makalah yang berjudul “Psikoanalitik”.
B.
Rumusan Masalah
1.
Siapa pencetus teori-teori kepribadian (psikonalitik)? Beserta pemikiranya!
2.
Bagaimana konsep-konsep dasar psikoanalitik?
3.
Bagaimana pendekatan-pendekatan psikoanalitik?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui para pencetus teori-teori kepribadian (psikoanalitik)
2.Untuk
mengetahui konsep-konsep dasar
psikoanalitik.
3.
Untuk mengetahui pendekatan- pendekatan psikoanalitik.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pecetus Teori-Teori
Kepribadian ( Psikoanalitik)
Mempelajari kepribadian seseorang
merupakan suatu hal yang cukup menarik dan menantang, karena setiap orang
mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam sejarah
psikologi banyak kita temukan para pemikir yang terpusat pada kepribadian
seseorang. Namun dari sekian banyak ilmuan akal, hanya ada beberapa pemikiran yang
mampu membuat dunia terpana kepadanya. Diantaranya adalah sang ahli kepribadian
yang pertama dan utama yaitu Sigmund
Freud, yang kemudian dilanjutkan oleh murid dan temannya yaitu Carl Gustav
Jung, dan Alfred Adler serta beberapa ahli lainnya.
1. Teori
Sigmund freud (1856-1939)
Pembagian kepribadian manusia
terdiri atas tiga unsur yang dicetuskan
oleh Sigmund Freud dengan aliran psikologinya yang disebut psikoanalitik.[2]Tiga
unsur tersebut terdiri dari Id, ego,dan super ego. Ketiganya merupakan suatu
hal yang tidak bisa dipungkiri ada dalam diri manusia dengan tahapan dan
tingkatan masing-masing. Teori ini juga mencoba menjelaskan normalitas dan
abnormalitas psikologis dan perawatan terhadap orang – orang yang tidak normal.[3]
Berikut kita akan membahas mengenai tiga
unsur yang terdapat dalam diri manusia.
Id[4]
Id adalah system kepribadian bawaan atau
yang paling asli dari manusia. Pada saat di lahirkan, seseorang hanya memiliki
id saja. Unsur kepribadian ini merupakan tempat bersemayamnya naluri-naluri
yang sifatnya buta dan tidak terkendali. Ia hanya menurut dan mendesak di
puaskannya naluri-naluri tersebut. Id dapat diumpamakan sebagai kawah gunung
merapi yang terus mendidih dan bergolak. Ia tidak dapat menoleransi ketegangan
serta ketidak nyamanan serta berdaya upaya untuk melepaskan ketidak nyamanan
atau ketegangan itu sesegera mungkin.
Asas yang mengatur bekerjanya id ini
adalah asas kesenangan (pleasure principle) yang diarahkan bagi pengurangan
ketegangan atau ketidak nyamanan guna mencapai kepuasan atau kebahagiaan
naluriah. Karena bekerjanya hanya di dorong oleh asas kesenangan semata, maka
Id bersifat tidak logis, amoral, dan hanya memiliki satu tujuan semata, yaitu memuaskan
kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan tersebut . Id tidak
pernah menjadi dewasa dan selalu menjadi unsur anak manja dalam kepribadian
manusia.Id ini bersifat tidak sadar.
Seorang bayi yang menangis
keras-keras saat lapar atau merasa tidak nyaman di dorong oleh Id ini. Tangisan
yang dilakukannya semata-mata untuk melepaskan diri dari rasa lapar dan tidak
nyaman itu.
Ego
Ego timbul pada diri anak-anak yang
sedang berkembang, menurut Freud, untuk mengenai transaksi mereka sehari-hari
dengan lingkungan ketika mereka belajar bahwa suatu realitas (kenyataan) yang
terlepas dari keinginan dan kebutuhan mereka sendiri. Ego ini sebenarnya
merupakan bagian dari Id, tetapi sudah dimodifikasi sedemikian rupa karena
sudah lebih dekat dengan dunia luar individu. Salah satu tugas utama dan
penting dari ego adalah mencari dan menemukan
objek yang dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan Id. Karena itu, ego harus
menyusun semacam kerja sama antara kebutuhan Id dan tuntutan lingkungan. Berbeda
dengan id, ego ini sangat terkendali,
realistic, dan logis.[5]
Sebelumnya, seorang bayi hanya dapat
menangis di kala lapar atau mengalami ketidaknyamanan. Kini bila bayi tersebut
tumbuh manjadi seorang anak, maka ia tidak lagi menangis pada saat lapar. Ia
akan sedapat mungkin berusaha mencari cara dalam memuaskan rasa laparnya itu.
Ia akan mencari dan mengambil makanan apa saja yang dijumpainya tanpa
memikirkan siapa yang memiliki makanan itu.[6]
Superego[7]
Superego merupakan unsur moral atau
hukum dari kepribadian manusia. Ia merupakan aspek moral dari seseorang yang
menentukan benar dan salahnya perbuatan yang dilakukan. Ia menampilkan hal-hal
yang ideal dan bukannya riil, berbeda dengan Id yang di gerakkan oleh asas
kesenangan, superego digerakkan oleh asas kesempurnaan.Superego terdiri dari
nilai-nilai tradisional serta norma-norma ideal dalam masyarakat yang di
ajarkan oleh orang tua terhadap anaknya. Fungsi superego adalah untuk
menghambat dorongan- dorongan pemuas yang berasal dari Id.
Demikianlah menurut Freud, Id merupakan
unsur yang sangat penting dari kepribadian manusia. Id hadir hanya dari bentuk
naluri atau nafsu seks dalam diri manusia. Jadi, seseorang menurut Freud tak
lain dan tak bukan adalah perwujudan dari aktivitas seksual, yakni nafsu seks dan tanggapan terhadap kebutuhan
tersebut. Menurut teori Freud, manusia tak lebih dari sekedar budak abadi dari
Id dan superego seta pertentangan yang terjadi di antara keduanya, atau barangkali
ia adalah budak dari nilai masa lalu yang di ciptakan berdasarkan spekulasi
belaka dan disebut hal baik atau buruk dalam masyarakat.
Menurut istilah Freud, ego menduduki
posisi tidak enak, bahkan celaka, karena harus melayani 3 majikan ynag sama
kuatnya (yaitu, Id, Superego, dan realitas), dan harus selalu mengusahakan agar
ketiganya dipuaskan.[8]
2. Teori Carl Gustav Jung (1875-1961)
Carl
Gustaf Jung merupakan seorang dokter
jiwa muda yang berdomisili di zurich pada
tahun 1907. Setelah kunjungannya ke Wina, ia dinyatakan oleh Freud sebagai
penerusnya. Tiga tahun berikutnya, persahabatan mereka hancur total, karena
Jung menolak teori-teori Freud dan mengemukakan teorinya sendiri.[9]
Jung
tidak dapat menerima pendapat Freud bahwa libido itu sepenuhnya diwarnai oleh
kenikmatan seksual dan juga terhadap penekanan pada masa kanak-kanak. Jung
seringkali dihubungkan dengan pandangan bahwa manusia pada dasarnya mewarisi
keidaksadaran kolektif. Yang tetap memegang teguh nenek moyangnya, hubungan
antar mereka jaman dulu, dan pengalaman-pengalaman mereka. Kenangan itu,
menurut Jung menimbulkan bayangan-bayangan seperti orangn tua bijaksana, tanah
tumpah darah yang menyuburkan impian, delusi, dan khayalan. Sajak, mitos, dan
pernyataan keagamaan dipandang bersumber dari ketidaksadaran kolektif ini. Jung
mengasumsikan bahwa orang dilahirkan dengan ketidaksadaran pribadi, yaitu
kenangan pribadi yang direpresi.[10]
Bagi
Jung, ego berarti kesan-kesan yang kita alami dalam keadaan “sadar”, ingatan – ingatan
(memori), pikiran – pikiran dan perasaan alam bawah sadar individu (personal) terdiri
dari hal – hal yang pernah kita alami, namun telah ditekan hingga alam bawah
sadar, dilupakan atau diabaikan. Kesannya begitu lemah sehingga kita tidak
menyadarinya lagi. Gagasan – gagasan yang menyakitkan dan pemikiran – pemikiran
yang tidak matang bagi kesadaran ditekan dan diabaikan.[11]
Alam
bawah sadar kolektif adalah tempat menyimpan ingatan laten yang diwarisi
seseorang dari nenek moyang, sedangkan persona adalah topeng yang ditampilkan
seseorang sebagai tanggapan atas lingkungan sekitarnya atau tuntutan
masyarakat. Maksudnya adalah kita terkadang tidak dapat menjadi diri kita
sendiri karena masyarakat tidak menghendakinya, sebagai contoh, kita harus
mematuhi adat istiadat atau aturan kesopanan karena aturan itu sudah lazim dimasyarakat,
padahal aturan atau adat istiadat itu belum tentu kita setujui.[12]
Selain
itu, persona juga ditampilkan untuk
memuaskan kebutuhan –kebutuhan arketipal kita. Anima dan Anima adalah sifat
kejantanan dan kewanitaan yang ada dalam setiap diri seseorang terlepas dari
jenis kelaminnya. Bayang – baying arketipal merupakan himpunan ingatan
terpendam yang diwariskan dari nenek moyang. Sedangkan sang ”diri’’ merupakan
kepribadian total yang menjadi tempat melekatnya unsur – unsur kejiwaan lainya.
Setelah memahami teori Jung ini, kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang
bertindak atas dorong arketipalnya.[13]
3. Teori
Alfred Adler(1870-1937)
Alfred
adler dilahirkan di Wina pada tahun 1870 dan wafat di Aberdeen, skotlandia pada
tahun 1937. Ia adalah seorang dokter ahli kejiwaan dan juga menjadi anggota
dari Vienna Psichoanalic Society (perkumpulan ahli psikonalisis Wina), mana
belakangan ia dipilih menjadi presidennya.[14]
Adler juga berpendapat bahwa penekanan terhadap seksualitas terlalu berlebihan.
Sehingga dia menekankan pentingnya pengaruh lingkungan terhadap perilaku orang
– orang dan berpendapat bahwa kepribadian pada dasarnya adalah sebuah
kepribadian sosial dan bahwa perasaan rendah diri manusia itu merupakan pusat
motivasi yang ada pada manusia sendiri.
Berbeda
dengan pandangan Freud bahwa kebiasaan manusia didorong oleh naluri – naluri
buta (yakni id – penulis) dan Jung yang mengatakan bahwa tindakan manusia
didorong oleh arketipal – arketipal, Adler
berpendapat bahwa manusia terutama dimotivasi oleh dorongan – dorongan
masyarakat. Manusia, menurut Adler, pada dasarnya adalah makhluk sosial. Mereka
menghubungkan dirinya dengan orang lain, terlibat dalam kegiatan – kegiatan
kemasyarakatan,menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, serta
menjalankan gaya hidup yang didominasi oleh orientasi kemasyarakatan.
Sumbangsih
kedua Adler terhadap teori kepribadian adalah konsep kepribadian kreatif. Ciri
khas teori Adler yang membedakannya dengan psikoanalitik klasik adalah
penekanannya terhadap uniknya kepribadian. Kemudian Adler memandang bahwa
kesadaran merupakan pusat dari kepribadian, yang membuatnya sebagai pelopor
ilmu kejiwaan yang berorientasikan ego.[15]
B.
Konsep – Konsep Dasar
Psikoanalitik[16]
Ketika karir kedokterannya baru mulai
meningkat, Sigmund Freud menjadi semakin tertarik pada bidang ilmu neurologi
dan psikiatri. Didorong oleh kebutuhan untuk mengembangkan ketrampilan klinis
kedokteran yang bisa menghasilkan uang, ia semakin mengabaikan penelitian
bidang biologi dan mencurahkan lebih banyak perhatiannya pada masalah-masalah
yang menjangkiti pasien. Pada tahun 1885, Freud pergi ke Paris untuk belajar
pada seorang neuropatolog terkenal, J.M. Charcot. Sehingga dalam proses
pembelajarannya dia mampu menghasilkan ide, setidaknya sebuah kontribusinya
dalam mengatasi masalah psikologi.
Pada saat itu, Charcot sedang
mempelajari masalah Hiteria (Hysteria). Meskipun histeria tidak begitu umum
pada masa kini, gangguan tersebut cukup menjadi masalah pada masa itu. Cukup
tepat untuk mengatakan bahwa histeria adalah penyakit yang populer. Banyak
orang, terutama Wanita muda, mengalami berbagai bentuk kelumpuhan tanpa
penyebab organis apapun. Terkadang, hampir seperti mukjizat, mereka bisa
disembuhkan melalui pengaruh Sosial dan Psikologis. Sebagai contoh, Charot dan
Pierre Janet ( Janet, 1907 ) menggunakan Hipnosis (Hypnosis) untuk menyembuhkan
histeria. Ide dibalik terapi tersebut adalah bahwa, tanpa sepengetahuan pasien,
adalah adanya kekuatan Psikologis di dalam pikiran yang menyebabkan dideritanya
penyakit fisik. Dengan melegakan ketegangan psikologis didalam diri, tubuh luar
bisa terbebaskan.
1. Ketidaksadaran
dan Teknik Terapi
Pada awalnya Freud menggunakan hipnosis,
namun akhirnya ia menganggap hipnosis tidaklah efektif pada banyak pasiennya.
Kemudian, Freud terpengaruh oleh sesama dokter dan psikolog , Josef Breur,
mulai melakukan eksperimen, beralih dari hipnosis dan bentuk sugesti intensif
lainnya ke teknik Asosiasi Bebas (Free Association). Asosiasi ide - ide dan
perasaan yang muncul secara spontan, dan akhirnya ia mengalihkan perhatiannya
yang muncul secara spontan dan akhirnya ia mengalihkan perhatiannya ke mimpi (
Breuer & Freud, 1957 ). Freud semakin menyadari bahwa sebagian besar
pasiennya tidak secara sadar terhubung dengan konflik-konflik di dalam diri
yang ia anggap merupakan penyebab masalah mental dan fisik yang mereka alami.
Namun mimpi mungkin merupakan kunci untuk membuka rahasia terdalam mereka.
Mimpi telah diinterpretasikan sejak
zaman turunnya kitab suci, dan bahkan jauh sebelumnya. Mimpi sering dianggap
sebagai suatu ramalan atau pengungkapan Ilahi. Namun, bagi Freud sang biolog
evolusioner, mimpi adalah produk dari psike (psyche) individu. Ia melihat mimpi
sebagai potongan petunjuk mengenai ketidaksadaran( Uncunscious), bagian dari
pikiran yang tidak terjangkau oleh pikiran sadar (Freud, 1913).
2. Struktur
pikiran
Semua teori kepribadian menyepakati
bahwa manusia, seperti binatang lain, dilahirkan dengan sejumlah insting dan
motivasi. Insting yang paling dasar ialah tangisan. Anak yang baru lahir
sebagai bentuk respon terhadap stimulasi yang menyakitkan dan akan menyusu
sampai mereka terpuaskan. Ketika lahir, kekuatan motivasi dalam diri tentunya
belum dipengaruhi oleh dunia luar. Kekuatan ini bersifat mendaasar dan
individual. Freud menyebut ini kepribadian yang belum tercemar sebagai id. Id
berisikan motivasi dan energi psikis dasar, yang sering disebut sebagai insting
dan implus. Id bekerja berdasarkan tuntutan prinsip kesenangan (pleasure
principle). Maksudnya, id bertujuan hanya untuk memuaskan hasratnya dan dengan
itu mengurangi ketegangan dalam diri. Sebagai contoh, bayi terdorong untuk
mengisap, mendapatkan kesenangan, dan bersantai. Kebutuhan untuk makan
mengarahkannya untuk menghisap dan memperoleh kelegaan.
Namun, bahkan bayi sekalipun harus
menghadapi kenyataan. Ada dunia nyata diluar sana – ibu yang kelelahan, popok
yang kotor, ruang tidur yang dingin, hal-hal itu harus di respon. Struktur
kepribadian yang berkembang untuk menghadapi dunia nyata disebut Freud sebagai
ego, atau secara harfiah, “Aku”. Ego berjalan berdasarkan prinsip kenyataan
(reality principle), ia harus memecahkan masalah-masalah yang nyata. Ia tidak
akan mendapatkan payudara atau pelukan hanya dengan mengharapkannya. Seseorang
harus membuat rencana dan melakukan tindakan yang dibatasi oleh dunia nyata.
Itulah sebabnya bayi segera belajar untuk mengeraskan tangisan untuk memanggil
ibu mereka.
Selama hidup, id yang mencari kesenangan
terus-menerus berjuang melawan ego yang melihat kenyataan. Individu tidak
pernah terlepas dari Id, namun kebanyakan orang dewasa menjaganya agar tetap
terkontrol. Namun bebarapa orang secara salah (atau terlalu sering didominasi)
oleh pencarian kesenangan, pemuasan menjadi aspek inti dari kepribadian mereka
ketika mereka dewasa.
Masih terdapat masalah yang lain. Anak
kecil tidak dapat dengan mudah mempelajari cara-cara realistis untuk memuaskan
dorongan dalam diri. Kita tidak bisa benar-benar berpusat pada diri sendiri.
Sebanarnya kita di paksa-paksa oleh orang tua dan masyarakat untuk mengikuti
aturan-aturan moral. Struktruk kepribadian yang bertugas untuk menaati aturan –
aturan bermasyarakat ini disebut sebagai superego. Freud memikirkannya sebagai
“Di-Atas-Ku” karena ia mengatur ego atau “Aku” superego serupa dengan hati
nurani, namun lebih dalam lagi. Kita dapat berfikir mengenai apa yang
diperintahkan oleh hati nurani - serangkaian paduan etis dalam diri – namun
sebagian superego tidak dapat kita sadari. Maksudnya, kita tidak selalu sadar akan
dorongan moral dalam diri yang menekan dan membatasi tindakan kita.
Ketika ego dan dan terutama superego,
tidak melakukan pekerjaan dengan baik, bagian-bagian dari Id dapat menyelinap
keluar dan muncul ke permukaan. Lihatlah kasus seorang profesor anatomi yang
dikutip oleh Freud, mengatakan “ Dalam kasus alat kelamin wanita, diluar godaan
(the tempting), ma’af , maksud saya usaha (the attempted)....” Freud merasa
bahwa penjelasan linguistik atas kesalahan semacam itu tidaklah cukup dan
menganggap bahwa hal tersebut terjadi karna doringan-dorongan tidak sadar
(Freud, 1924). Ini bukan masalah sekedar tutur kata, masalah ini terakait
dengan terungkapnya motivasi yang lebih dalam. Kesalahan psikologis dalam tutur
kata atau gaya tulisan semacam itu kemudian diebut Freudian slips. (secara
teknis, kesalahan yang mengungkapkan ketidak sadaran disebut sebagai
parapraxes). Untuk sesaat melupakan nama teman anda tidak di lihat melalui
konteks teori pembelajaran melalui ingatan atau hanya sekedar disebabkan oleh
kelelahan, namun lebih sebagai bukti adanya konflik tidak sadar dengan teman
anda tersebut. Hal yang serupa juga terjadi jika seorang wanita muda
memegang-megang dan memain-mainkan cincin tunangannya ketika sedang berbicara
kepada seorang kenalan baru yang menarik, prilaku ini menandakan adanya
kepedulian tidak sadar mengenai tunangannya.
C.
Pendekatan – Pendekatan
Psikoanalisis
Bentuk terapi yang memiliki pengaruh
terbesar secara mendunia selama hampir satu abad ini berasal dari Vienna,
Austria. Sementara para peneliti di Eropa dan Amerika bekerja di laboritium,
berjuang menempatkan psikologi sebagai ilmu yang ilmiah, Sigmund Freud
(1856-1939) seorang neurolog yang tidak dikenal, mendengarkan laporan pasien –
pasiennya mengenai depresi, kecemasan dan sejumlah kebiasaan obsesif di dalam
ruang kerjanya. Freud menjadi yakin bahwa banyak gejala pasiennya ternyata
tidak diakbatkan oleh penyebab mental dan bukan penyebab fisik. Freud
berkesimpulan bahwa penderitaan (distress), yang mereka alami, terkait dengan
konflik dan trauma emosional yang terjadi di awal masa kanak-kanak dan hal itu
terlalu menakutkan untuk diingat secara sadar, misalnya hasrat seksual yang
terlarang terhadap orang tua.[17]
Teori psikoanalisis mengupas kepribadian
dari suatu pandang yang sangat berbeda dengan kedua teori yang telah dibahas.
Baik teori trait maupun teori belajar sosial memfokuskan diri pada kepribadian
umum. Kedua teori itu terutama membahas perilaku. Sebaliknya, teori
psikoanalisis menelaah kepribadian pribadi, motif – motif tak sadar yang
mengarahkan perilaku. Teori psikoanalisis juga membahas perkembangan
kepribadian. [18]
Teori Freud, yang diformulasi selama 50
tahun merawat orang yang mengalami gangguan emosional, terdiri dari 24 jilid.
Yang terakhir, outline of psychoanalysis diterbitkan pada tahun 1940, setahun
setelah kematiannya. Disini kami hanya dapat menyajikan garis besar yang paling
sederhana mengenai teori kepribadian Freud.[19]
Freud membandingkan pikiran manusia
dengan gunung es. Bagian kecil yang tampak di atas permukaan air menggambarkan
pengalaman sadar; bagian yang lebih besar di bawah permukaan air menggambarkan
ketidaksadaran gudang impuls, nafsu, ingatan yang tidak terjangkau, yang
mempengaruhi pikiran dan perilaku kita. Bagian ketidaksadaran psike inilah yang
berusaha diselidiki. Freud melalui teknik asosiasi bebas, yang menghendaki
orang menyatakan hal – hal yang muncul dalam kesadarannya, tidak peduli apakah
hal itu tampak memalukan atau tampak tidak ada artinya. Dengan menganalisis
asosiasi bebas, termasuk ingatan tentang mimpi dan kenangan masa kanak – kanak
awal, Freud berusaha membantu pasiennya menyadari hal-hal yang tidk disadari
dan dengan cara demikian menemukan faktor penentu utama kepribadian.[20]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Pencetus teori-teori kepribadian
(psikonalitik) adalah :
a.
Sigmund Freud (1856-1939) dengan pemikirannya bahwa kepribadian manusia dibagi
atas tiga unsur, yaitu id, ego, dan superego
b.
Carl Gustaf Jung (1875-1961) dengan pemikiranya bahwa manusia pada dasarnya
mewarisi keidaksadaran kolektif
c.
Alfred Adler (1870-1937) dengan pemikiranya bahwa umat manusia terutama di
motivasi oleh dorongan –dorongan masyarakat
2. Konsep –
konsep dasar Psikoanalitik adalah :
a. Ketidaksadaran
dan Teknik Terapi
b. Struktur
pikiran
3. Pendekatan
Psikoanalitik salah satunya menggunakan teknik asosiasi bebas yang termasuk di
dalamnya adalah melalui mimpi
B. Saran
1. Bagi
pembaca ,sebaiknya mampu menyaring dan mengambil intisari makalah ini agar
dapat mengetahui mengenai para pencetus psikoanalitik serta pemikirannya.
2. Bagi
penulis, sebaiknya mampu menghadirkan makalah yang berbobot dan berkualitas
agar pembaca bisa mengambil manfaat penulisan serta isi makalah ini dengan
semaksimal mungkin .
3. Bagi
pembimbing, sebaiknya selalu mendampingi penulis dan pembaca agar mampu memahami
isi makalah dengan sebaiknya, sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran
ataupun pemahaman.
[1] Carole Wade, Carol Tavris, Psikologi ( ,Erlangga, 2007)h. 19
[2] Ivan Taniputera, Psikologi
Kepribadian Psikologi Barat versus Buddhisme, (Jogjakarta : Ar – Ruzz,
2005)h. 44
[3]Mari Juniati, Rahmawati (ed)., Introduction
To Psychology, ( : Erlangga, 1981)h. 144
[4] Ivan Taniputera, Psikologi Kepribadian Psikologi Barat versus
Buddhisme.h.44-45
[5] Mari Juniati, Rahmawati (ed)., Introduction To Psychology. h.145
[6] Ivan Taniputera, Psikologi Kepribadian Psikologi Barat versus
Buddhisme. h. 45-46
[7] Ibid.h. 46
[8] Mari Juniati, Rahmawati (ed)., Introduction To Psychology.h.146
[9] Ivan Taniputera, Psikologi Kepribadian Psikologi Barat versus
Buddhisme.h. 47
[10] Mari Juniati, Rahmawati (ed)., Introduction To Psychology.h.150
[11] Ivan Taniputera, Psikologi Kepribadian Psikologi Barat versus
Buddhisme.h. 47
[12] Ibid.h. 48
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Ibid. h.49
[16] Howard S. Friedman, Mirriam W. Schustack, Kepribadian Teori Klasik
dan Riset Modern( :Erlangga, 2006)h.73
[17] Carole Wade, Carol Tavris, Psikologi ( ,Erlangga, 2007)h. 19
[18] Nurdjannah taufiq, Introduction To Psychology, ( , Erlangga,
1983)h.162
[19] Ibid. h.162
[20] Ibid. h.162
Tidak ada komentar:
Posting Komentar